Jumat, 14 Desember 2012

Makalah : Psikologi Perkembangan Anak Usian Dini


Perkembangan Studi Psikologi Agama Pada Anak Usia Dini : Masa Pranatal, Bayi, dan Toddler serta Balita dan Batita dalam Prespektif Psikologi Agama Modren dalam Islam

A.    PENDAHULUAN

Manusia adalah merupakan suatu makhluk yang mempunyai beberapa kebutuhan baik itu kebutuhan jasmani maupun kebutuhan rohani untuk melangsungkan hidup dan kehidupannya. Kebutuan-kebutuhan itu ada yang sifatnya apabila tidak dipenuhi bisa berpengaruh pada kehiduan.
Berkenaan dengan kebutuhan jasmani dan rohani itu ada suatu kebutuhan yang yang bersifat universal atau setiap manusia mempunyai kebutuhan tersebut atau dengan kata lain suatu kebutuhan yang sudah merupakan kodrat. Kebutuhan itu adalah kebutuhan akan agama. Karena dengan adanya kebutuhan ini manusia akan mengetahui siapa dirinya sesungguhnya, dan untuk apa dia diciptakan.
Jadi, kebutuhan agama perlu ditanamkan pada usia tertentu, agar kelak manusia itu mempunyai suatu pemahaman tentang agama yang baik nantinya. Usia yang baik atau perkembangan jiwa beragama ini agar lebih jelasnya pemakalah akan mencoba menguraikannya dalam makalah yang sederhana ini.
Ada Sekolompok ahli yang berpendapat bahwa timbulnya jiwa keagamaan itu dari lingkungan, karena anak dilahirkan bukanlah sebagai makhluk yang religious. Menurut pendapat ini, anak yang baru dilahirkan lebih mirip binatang dan bahkan anak seekor kera lebih bersifat kemanusiaan daripada bayi manusia itu sendiri.
Ada pula sekolompok ahli yang berpendapat bahwa anak sejak dilahirkan telah membawa fitrah keagamaan. Namun fitrah ini baru berfungsi dikemudian hari setelah melalui proses bimbingan dan latihan.




B.     PEMBAHASAN
           Didalam pembahasan ini penulis menguraikan tentang pengembangan psikologi agama pada anak usia dini, dengan objek pembahasan yang terdiri dari masa Pranatal, Bayi, Toddler, serta Batita dan Balita dalam prespektof psikologi agama modren dalam Islam.
1.      Perkembangan Masa Pranatal
Masa pranatal adalah masa dalam kandungan mulai semenjak bersatunya spermatozoa  dengan ovarium sehingga berbentuk janin sampai lahir. Perkembangan janin ini terbagi kedalam bebrapa tahap :
a.       Tahap Pra-Embrionik
Adalah segumpalan sel yang membenamkan diri pada didinding rahim.
b.      Masa Embrionik
Masa embrio berlangsung dari perkembangan minggu kekempat hingga hingga usia kedelapan bulan dan merupakan masa terbentuk jaringan dan sistem organ (susunan saraf pusat, sistem saraf, telinga, hidung, mata, kulit rambut, kuku dll)
c.       Tahap Petus
Pada tahap ini semua organ dari janin telah tampak dan terus berkembang hingga minggu kelahiran.[1]
Untuk memahami perkembangan agama pada masa ini sangatlah sulit, apalagi yang berhubungan dengan psikis rohani. Meski demikian perlu dicatat bahwa perkembangan agama bermula sejak Allah meniupkan ruh pada bayi, tepatnya ketika terjadinya perjanjian manusia atas tuhannya.
Sebagaimana dengan firman Allah dalam Q.S Al-Mukmukminun ayat 12-13
ôs)s9ur $oYø)n=yz z`»|¡SM}$# `ÏB 7's#»n=ß `ÏiB &ûüÏÛ ÇÊËÈ   §NèO çm»oYù=yèy_ ZpxÿôÜçR Îû 9#ts% &ûüÅ3¨B ÇÊÌÈ  
Artinya :
12. dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. 13. kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim).[2]
2.      Perkembangan pada masa bayi
Pada awal kelahiran bayi menghabiskan kebanyakan waktunya dengan tidur. Mulanya dapat berlangsung sepanjang hari dan malam, namun setelah beberapa bulan tidur bayi menjadi lebih terpola mengikuti siang dan malam.[3] Masa bayi dianggap sebagai masa dasar, karena merupakan dasar periode kehidupan yang sesungguhnya karena pada saat ini pola perilaku, sikap, dan pola ekspresi emosi terbentuk. Dan masa bayi ini sebagai landasan terbentuknya kepribadian, berkembangnya a sense of trust didalam dirinya dan dalam hubungan dengan lingkunganya. Pada masa ini terjadi krisis yang disebutnya mistrust, yakni timbulnya rasa terpisah dari ibunya bila pemeliharaanya tidak secara berkelanjutan.[4] Masa bayi berlangsung dua tahun pertama setelah periode bayi baru lahir. Aspek-aspek yang berkembang pada masa bayi yaitu :
1.      Fisik
Perkembangan fisik secara jelas dapat diamati enam bulan pertumbuhanya terus bertambah dengan pesat.
2.      Psikologis
Pada masa bayi terjadi pembentukan pola-pola fundamentalis dan kebiasaan mengenal wajah orang-orang yang berarti bagi dirinya.
3.      Motorik
Perkembangan bayi pada aspek motorik ini dapat diamati dan terlihat reaksi-reaksi spontan yang berulang dilakukan dan tidak dikoordinasi. Namun lama-kelamaan terjadi secara efektif. Hal ini terlihat pada merangkak, berjalan dan memainkan benda-benda.
4.      Perkembangan bicara
Sebelum mampu berbicara, bayi lebih dahulu dapat mengerti apa yang dikatakan tanpa dapat bereaksi dengan kata hanya dengan ekspresi dan gerakan.
5.      Perkembangan emosi
Pada bayi terdapat pola emosi tertentu yang bersifat umum seperti kemarahan, ketakutan, rasa ingin tau tentang mainan baru, menjulurkan lidah, membuka mulut dan lain-lain.
6.      Perkembangan kognitif
Pada masa perkembangan ini bayi mulai menyusun kata-kata menjadi kalimat sederhana yang dimulai dengan “apa, siapa dan dimana”.
7.      Perkembangan moral
Lambat laun bayi mempelajari kode moral dari orang tuanya dan orang-orang dekat denganya. Bayi menilai benar atau salah suatu perbuatan berdasarkan kesakitan atau kesenangan yang dirasakanya.[5]

Menurut Prof. Dr. Zakiah Daradjat didalam bukunya Kesehatan Mental, sikap ibu dan bapak sewaktu sianak masih dalam kandungan ikut mempengaruhi jiwa sianak nantinya. Misalnya apakah anak yang akan lahir itu mendapat sambutan baik atau tidak, apakah orang tua gembira menanti kelahiranya, atau apakah si ibu susah, menyesal dan katakutan. Demikian pula kesehatan ibu sewaktu hamil  akan mempengaruhi sikapnya terhadap bayi yang akan lahir itu. Andaikata sikap ibu negarif, maka sibayi tidak akan mendapat perhatian secukupnya dari si ibu.[6]
Tahap perkembangan masa bayi ini, perkembangan pribadi didominasi oleh perasaan. Perasaan senang maupun tidak senang menguasai diri bayi, sehingga setiap perkembangan pungsi dan fungsi dan tingkah laku bayi, sangat dipengaruhi oleh perasaanya. Perasaan ini sendiri tidak timbuh dengan sendirinya melainkan berkembang sebagai akibat dari adanya reaksi bayi terhadap stimuli lingkunganya.[7]



3.      Perkembangan masa toddler dan Batita
Perkembangan anak pada masa toddler  dan Batita ini berusia 1 sampai 3 tahun. Pada masa ini dibagi atas empat macam perkembangan yaitu:
a.       Perkembangan fisik yaitu terjadi dari berawal dari perubahan tinggi dan berat yang bertambah, perubahan otak terjadi karena pertambahan syaraf-syaraf otak, perkembangan motorik, perkembangan kemampuan anak yang terjadi mulai anak dapat barjalan sampai berlari tanpa jatuh, dan kemampuan anak dari membuat lingkaran hingga menyusun kotak-kotak dengan komplek.
b.      Perkembangan Kognitif merupakan perkembangan memori atau cara berpikir anak dan  kemampuan anak dalam merespon. Perkembangan kognitif sangat berpengaruh terhadap  proses berpikir anak dan penyikapan anak terhadap sesuatu hal.
c.       Perkembangan Emosi merupakan suatu keadaan perasaan yang komplek yang disertai karakteristik kegiatan belajar dan motoris.
d.      Perkembangan Psikososial merupakan kemampuan untuk beradaptasi terhadap orang lain. Perkembangan ini sangat berpengaruh terhadap cara anak bersosialisasi terhadap lingkungan sekitarnya.[8]

Masa toddler dan batita ini merupakan saat yang tepat untuk menanamkan nilai keagamaan. Pada fase ini anak sudah mulai bergaul dengan dunia luar. Banyak hal yang ia saksikan ketika berhubungan dengan orang-orang  disekelilingnya. Dalam pergaulan inilah ia mengenal Tuhan melalui ucapan- ucapan orang disekelilingnya. Ia melihat perilaku orang yang mengungkapkan rasa kagumnya pada Tuhan. Anak pada usia kanak- kanak belum mempunyai pemahaman dalam melaksanakan ajaran Islam, akan tetapi disinilah peran orang tua dalam memperkenalkan dan membiasakan anak dalam melakukan tindakan-tindakan agama sekalipun sifatnya hanya meniru.[9]
4.      Perkembangan pada masa Balita / anak-anak
Pada masa usia ini anak sudah mampu melakukan beberapa kegiatan-kegitan, setiap kegiatan yang dilakukan menandakan adanya perkembangan di dalam jiwa seorang anak diantaranya :
1.      mampu melompat dan menari
2.      menggambar orang terdiri dari kepala, lengan dan badan
3.      dapat menghitung jari-jarinya
4.      mendengar dan mengulang hal-hal   penting dan cerita
5.      minat kepada kata baru dan artinya
6.      memprotes bila dilarang apa yang diinginkannya
7.      membedakan besar dan kecil
8.      menaruh minat kepada aktivitas orang dewasa

pada masa ini anak mengenal Tuhan pertama kali melalui bahasa dari kata- kata orang yang ada dalam lingkungannya, yang pada awalnya diterima secara acuh. Tuhan bagi anak pada permulaan merupakan nama sesuatu yang asing dan tidak dikenalnya serta diragukan kebaikan niatnya. Tidak adanya perhatian terhadap tuhan pada tahap pertama ini dikarenakan ia belum mempunyai pengalaman yang akan membawanya kesana, baik pengalaman yang menyenangkan maupun yang menyusahkan. Namun, setelah ia menyaksikan reaksi orang- orang disekelilingnya yang disertai oleh emosi atau perasaan tertentu yang makin lama makin meluas, maka mulailah perhatiannya terhadap kata tuhan itu tumbuh. Perasaan si anak terhadap orang tuanya sebenarnya sangat kompleks. Ia merupakan campuran dari bermacam- macam emosi dan dorongan yang saling bertentangan. Menjelang usia 3 tahun yaitu umur dimana hubungan dengan ibunya tidak lagi terbatas pada kebutuhan akan bantuan fisik, akan tetapi meningkat lagi pada hubungan emosi dimana ibu menjadi objek yang dicintai dan butuh akan kasih sayangnya, bahkan mengandung rasa permusuhan bercampur bangga, butuh, takut dan cinta padanya sekaligus.
Menurut Zakiah Daradjat, sebelum usia 7 tahun perasaan anak terhadap tuhan pada dasarnya negative. Ia berusaha menerima pemikiran tentang kebesaran dan kemuliaan tuhan. Sedang gambaran mereka tentang Tuhan sesuai dengan emosinya. Kepercayaan yang terus menerus tentang Tuhan, tempat dan bentuknya bukanlah karena rasa ingin tahunya, tapi didorong oleh perasaan takut dan ingin rasa aman, kecuali jika orang tua anak mendidik anak supaya mengenal sifat Tuhan yang menyenangkan. Namun pada pada masa kedua (7 tahun keatas) perasaan si anak terhadap Tuhan berganti positif (cinta dan hormat) dan hubungannya dipenuhi oleh rasa percaya dan merasa aman.[10]
Menurut Prof. Dr. Yahya Jaya, MA perkembangan psikologi anak tersebut dapat dikelompokkan sebagai berikut :[11]
(Perkembangan Psikososial / PPs)
Nomor,
Perkiraan
USIA
Basis sfat,
Kekuatan
PPs

Tugas, Isu,
Krisis PPs,
Learn to
Kebutuhan
PPs
Respons/
Pengaruh
Lingk.PPs
Hasil Ideal
/Positif
PPs.
Hasil Non
Ideal/ngtif
PPs
1. o – 0
Pranatal
Emosi
Emosi vs
Emosional
Ktenangan,
Stabilitas
Hamil, A-
lamRahim
Emosi
baik/crdas
Emosi tdk
Baik
2. 0 – 1+
Oral-Sens.
Drive &
Hope
Trust vs
Mistrust
Makan, Pa
kaian, Cin-
ta
Puaskan,
Respons
Ibu
Basic,fee-
lings of
 trust
Takut,
Konsen
3. 2 – 3
Mascular-
Anal
Self-Contr
&Will Pow
Autonomy
Vs Doubt
Main,Bica-
Ra, Gerak
Rangsang,
Proteksi,
Ortu/pgnti
Self-suf
ficiency
Ragu, tdk
independen
4. 4- 5
Genital
Purpose &
Direction
Initiative
Vs Guilt
Bicara &
Berkemb.
Bicara,sedi
Akan, ortu
kel.,teman
Aksi initi-
atif,tujuan
independen
Rasa salah


5.       Tahap Perkembangan Beragama Pada Anak.
Sejalan dengan kecerdasannya, perkembangan jiwa beragama pada anak dapat dibagi menjadi tiga bagian:
 1. The Fairly Tale Stage (Tingkat Dongeng).
            Pada tahap ini anak yang berumur 3 – 6 tahun, konsep mengeanai Tuhan banyak dipengaruhi oleh fantasi dan emosi, sehingga dalam menanggapi agama anak masih menggunakan konsep fantastis yang diliputi oelh dongeng- dongeng yang kurang ,masuk akal. Cerita akan Nabi akan dikhayalkan seperti yang ada dalam dongeng- dongeng.
            Pada usia ini, perhatian anak lebih tertuju pada para pemuka agama daripada isi ajarannya dan cerita akan lebih menarik jika berhubungan dengan masa anak-anak karena sesuai dengan jiwa kekanak- kanakannya. Dengan caranya sendiri anak mengungkapkan pandangan teologisnya, pernyataan dan ungkapannya tentang Tuhan lebih bernada individual, emosional dan spontan tapi penuh arti teologis.
2. The Realistic Stage (Tingkat Kepercayaan)
            Pada tingkat ini pemikiran anak tentang Tuhan sebagai bapak beralih pada Tuhan sebagai pencipta. Hubungan dengan Tuhan yang pada awalnya terbatas pada emosi berubah pada hubungan dengan menggunakan pikiran atau logika.
            Pada tahap ini teradapat satu hal yang perlu digaris bawahi bahwa anak pada usia 7 tahun dipandang sebagai permulaan pertumbuhan logis, sehingga wajarlah bila anak harus diberi pelajaran dan dibiasakan melakukan shalat pada usia dini dan dipukul bila melanggarnya.
3. The Individual Stage (Tingkat Individu)
            Pada tingkat ini anak telah memiliki kepekaan emosi yang tinggi, sejalan dengan perkembangan usia mereka. Konsep keagamaan yang diindividualistik ini terbagi menjadi tiga golongan:
 a)   Konsep ketuhanan yang konvensional dan konservatif dengan dipengaruhi sebagian kecil fantasi.
 b)   Konsep ketuhanan yang lebih murni, dinyatakan dengan pandangan yang bersifat personal (perorangan).
 c)      Konsep ketuhanan yang bersifat humanistik, yaitu agama telah menjadi etos humanis dalam diri mereka dalam menghayati ajaran agama.
             Seiring dengan perkembangan aspek- aspek jiwa lainnya, perkembangan agama juga menunjukkan perkembangan yang semakin realistis. Hal ini berkaitan dengan perkembangan intelektualitasnya yang semakin berkembang.[12]

6. Sifat agama pada anak
    Sifat keagamaan pada anak dapat dibagi menjadi enam bagian:
1. Unreflective (kurang mendalam/ tanpa kritik).
            Kebenaran yang mereka terima tidak begitu mendalam, cukup sekedarnya saja. Dan mereka merasa puas dengan keterangan yang kadang- kadang kurang masuk akal. Menurut penelitian, pikiran kritis baru muncul pada anak berusia 12 tahun, sejalan dengan perkembangan moral.
2. Egosentris
            Sifat egosentris ini berdasarkan hasil ppenelitian Piaget tentang bahasa pada anak berusia 3 – 7 tahun. Dalam hal ini, berbicara bagi anak-anak tidak mempunyai arti seperti orang dewasa. Pada usia 7 – 9 tahun, doa secara khusus dihubungkan dengan kegiatan atau gerak- gerik tertentu, tetapi amat konkret dan pribadi. Pada usia 9 – 12 tahun ide tentang doa sebagai komunikasi antara anak dengan ilahi mulai tampak. Setelah itu barulah isi doa beralih dari keinginan egosentris menuju masalah yang tertuju pada orang lain yang bersifat etis.
3. Anthromorphis
            Konsep anak mengenai ketuhanan pada umumnya berasal dari pengalamannya. Dikala ia berhubungan dengan orang lain, pertanyaan anak mengenai (bagaimana) dan (mengapa) biasanya mencerminkan usaha mereka untuk menghubungkan penjelasan religius yang abstrak dengan dunia pengalaman mereka yang bersifat subjektif dan konkret.
 4. Verbalis dan Ritualis
            Kehidupan agama pada anak sebagian besar tumbuh dari sebab ucapan (verbal). Mereka menghafal secara verbal kalimat- kalimat keagamaan dan mengerjakan amaliah yang mereka laksanakan berdasarkan pengalaman mereka menurut tuntunan yang diajarkan pada mereka. Shalat dan doa yang menarik bagi mereka adalah yang mengandung gerak dan biasa dilakukan (tidak asing baginya).
 5. Imitatif
            Tindak keagamaan yang dilakukan oleh anak pada dasarnya diperoleh dengan meniru. Dalam hal ini orang tua memegang peranan penting. Pendidikan sikap religius anak pada dasarnya tidak berbentuk pengajaran, akan tetapi berupa teladan
 6. Rasa heran
            Rasa heran dan kagum merupakan tanda dan sifat keagamaan pada anak. Berbeda dengan rasa heran pada orang dewasa, rasa heran pada anak belum kritis dan kreatif. Mereka hanya kagum pada keindahan lahiriah saja. Untuk itu perlu diberi pengertian dan penjelasan pada mereka sesuai dengan tingkat perkembangan pemikirannya. Dalam hal ini orang tua dan guru agama mempunyai peranan yang sangat penting.[13]

7. Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Agama Pada Masa Anak-anak.
            Perkembangan agama pada masa anak terjadi melalui pengalaman hidupnya sejak kecil dalam keluarga, disekolah dan dalam masyarakat. Lingkungan banyak membentuk pengalaman yang bersifat religius, (sesuai dengan ajaran agama) karena semakin banyak unsur agama maka sikap, tindakan dan kelakuan dan caranya menghadapi hidup akan sesuai dengan ajarana agama.
            Setiap orang tua dan semua guru ingin membina anak agar menjadi orang yang baik, mempunyai kepribadian yang kuat dan sikap mental yang sehat dan yang terpuji. Semua itu dapat diusahakan melalui pendidikan, baik yang formal maupun yang non formal. Setiap pengalaman yang dilalui anak baik melalui penglihatan, pendengaran, maupun prilaku yang diterimanya akan ikut menentukan pembinaan pribadnya.
            Anak-anak akan bersifat sama sopan dan hormatnya kepada orang lain seperti kita kepada mereka, jika dibesarkan dilingkungan rumah dimana mereka diperlakukan dengan penuh kewibawaan, kebaikan hati dan rasa hormat, akan besar pengaruhnya terhadap cara mereka memperlakukan orang lain. Mereka akan sampai kepada keyakinan bahwa begitulah cara mereka harus memperlakukan orang lain. Mereka juga cenderung memperlakukan kita dengan cara melihat kita memperlakukan orang lain diluar keluarga.
            Pendidikan agama islam memberikan dan mensucikan jiwa serta mendidik hati nurani dan mental anak-anak dengan kelakuan yang baik-baik dan mendorong mereka untuk melakukan pekerjaan yang mulia. Karena pendidikan agama islam memelihara anak-anak supaya melalui jalan yang lurus dan tidak menuruti hawa nafsu yang menyebabkan nantinya jatuh ke lembah kehinaan dan kerusakan serta merusak kesehatan mental anak.
Adapun pendidikan agama islam yang perlu di terapkan kepada anak sejak usia dini antara lain
1. Membisikkan Kalimat Tauhid
2. Mengajari Akhlak yang Mulia
3. Mengislamkannya atau mengkhitankannya      
4. Upaya Melestarikan Kesehatan Mental Anak Melalui Pendidikan Agama Islam.[14]






C.     KESIMPULAN         
1.      Perkembangan pada masa Pranatal ( tahap pra-embrionik, masa embrionik, tahap petus)
Untuk memahami perkembangan agama pada masa ini sangatlah sulit, apalagi yang berhubungan dengan psikis rohani. Meski demikian perlu dicatat bahwa perkembangan agama bermula sejak Allah meniupkan ruh pada bayi, tepatnya ketika terjadinya perjanjian manusia atas tuhannya.
2.      Perkembangan pada masa bayi
Tahap perkembangan masa bayi ini, perkembangan pribadi didominasi oleh perasaan. Perasaan senang maupun tidak senang menguasai diri bayi, sehingga setiap perkembangan pungsi dan fungsi dan tingkah laku bayi, sangat dipengaruhi oleh perasaanya. Perasaan ini sendiri tidak timbuh dengan sendirinya melainkan berkembang sebagai akibat dari adanya reaksi bayi terhadap stimuli lingkunganya
3.      Masa toddler dan batita
Masa toddler dan batita ini merupakan saat yang tepat untuk menanamkan nilai keagamaan. Pada fase ini anak sudah mulai bergaul dengan dunia luar. Banyak hal yang ia saksikan ketika berhubungan dengan orang-orang  disekelilingnya. Dalam pergaulan inilah ia mengenal Tuhan melalui ucapan- ucapan orang disekelilingnya. Ia melihat perilaku orang yang mengungkapkan rasa kagumnya pada Tuhan. Anak pada usia kanak- kanak belum mempunyai pemahaman dalam melaksanakan ajaran Islam, akan tetapi disinilah peran orang tua dalam memperkenalkan dan membiasakan anak dalam melakukan tindakan-tindakan agama sekalipun sifatnya hanya meniru.
4.      Perkembangan Masa Balita / anak-anak
pada masa ini anak mengenal Tuhan pertama kali melalui bahasa dari kata- kata orang yang ada dalam lingkungannya, yang pada awalnya diterima secara acuh. Tuhan bagi anak pada permulaan merupakan nama sesuatu yang asing dan tidak dikenalnya serta diragukan kebaikan niatnya.

DAFTAR REFERENSI

................................ Alqur’an diqital dan terjemahan
Daradjat, Zakiah, , Ilmu Jiwa Agama, Bulan Bintang, Jakarta, 1996.
Daradjad, Zakiah, Kesehatan Mental, Jakarta : Haji Masagung, cet.15, 1989
Djaali, Psikologi Pendidikan, Bumi Aksara : cet 1, 2007
Fauzi, Ahmad, Psikologi Umum, Pustaka setia Bandung, 2004
Hasan , Aliah B. Purwakania, Psikologi Perkembangan Islam, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2006
Jahja, Yudrik, Psikologi Perkembangan, Jakarta : Kencana, cet. 1, 2011 
Jaya, Yahya, Ilmu Psikologi Agama  Modren dalam Islam, modul kuliah Mahasisaw PPS IAIN Imam Bonjol Padang  th.2012
Malik, Oemar, Psikologi Belajar Mengajar, Bandung : Sinar Baru Algensindo,  th 2004
Maramis, WE, Ilmu Kedoteran Jiwa, Airlangga University Press, 1980
Ramayulis, Psikologi Agama , Kalam Mulia, 2004



[1] Yudrik Jahja, Psikologi Perkembangan. (Jakarta : Kencana, cet. 1, 2011)  hal. 129
[2] Alqur’an diqital dan terjemahan
[3] Aliah B. Purwakania Hasan, Psikologi Perkembangan Islam (Jakarta : Raja Grafindo Persada,    2006) hal. 102
[4] Oemar Malik, Psikologi Belajar Mengajar, (Bandung : Sinar Baru Algensindo, cet.4 th 2004) hal.87
[5] Ibid, hal. 172
[6] Zakiah Daradjad, Kesehatan Mental (Jakarta : Haji Masagung, cet.15, 1989) hal. 99
[7] Djaali, Psikologi Pendidikan (Bumi Aksara : cet 1, 2007) hal.25
[8] Yudrik Jahja, op.cit, hal 183
[9] WE Maramis, Ilmu Kedoteran Jiwa, Airlangga University Press, 1980. Hal 22-23

[10] Prof Dr. H. Ramayulis, Psikologi Agama , Kalam Mulia 2004. Hal 34
[11] Yahya Jaya, Ilmu Psikologi Agama  Modren dalam Islam, modul kuliah Mahasisaw PPS IAIN Imam Bonjol Padang  th.2012
[12] WE Maramis, op.cit. hal.23

[13] Ahmad Fauzi, Psikologi Umum, Pustaka setia Bandung, 2004
[14] Daradjat Zakiah, Ilmu Jiwa Agama, Bulan Bintang, Jakarta, 1996.